Saturday, September 18, 2010

Puisi-puisi AF Kurniawan

TERLAMBAT PULANG

laun sungguh jalan pulang menuju subuh.
malam tetap saja sampan,
terperangkap pasang.
bermusuh dinding asin.
sebagaimana lemuru, aku.
lama menjelajah remah.
mencabut mematah matahkan dari siripku ,
puluhan tanda dan noktah.

***

AF. KURNIAWAN
semarang september 2010.

SAJAK YANG KUBACAKAN DI DEPAN MAKAM IBUKU, ADALAH SAJAK YANG GAGAL TERMUAT DI SEBUAH KORAN

kubawakan lagi pada telinga ibuku yang menghadap telingaku.
panggung besar, disana ada aku dan getir sajakku.
cahaya sorot dari biru ke merah hadir bersamaan.
rungkut bambu, pekat setanggi, bebunyi sitar.
menghisap pucat malam menjadi latar.
memberi kami kesempatan,
sepasang bangku, untuk saling bertukar ketakutan.
aku memberanikan diri,
mendorong sajakku berdiri.


//oleh pekarangan,
aku ditampik sebagai sebuah kedatangan.
masih pelepah enau.
yang hijaunya belum terlampau.//


//oleh koran harian.
aku ditampik sebagai sebuah bacaan.
sekedar kalimat baru
yang belum tersapih puting susu//


kadang aku melihat mereka,wajah duka penyair kita ,
yang kuakrabi berpuluh tahun
sebelum sajakku lahir.
ook nugroho, joko pinurbo.
kurnia effendi, hasan aspahani.

jejak pelayat yang begitu kuhormati,
merawikan bergantian kematian paling sunyi.
sajak mereka sungguh-sungguh dalam berdoa,
menjernihkan tubuh ibuku dari kerumunan bisa.

***

AF. KURNIAWAN
kampung Layur, september 2010.


MABUK
kau dimana//
aku berpesta dengan sendawa//
haik//
hujan makin kilau//
menjatuhkan pisau demi pisau//
haik//
berdiri, sempoyong lagi//
berdiri, sempoyong lagi//
akhir perlawanan//
haik//
hujan-hujanan.//

***


AF. KURNIAWAN
kampung brotojoyo 2010.
( tulisan ini pernah saya kirim via sms kepada susan sumpena, seorang penulis yang selalu menampik argumen saya bahwa puisi juga mempunyai genre)

PENJARA INGATAN

ingatanku tentang kau yang risau.
terus bermain unngun api
di lapang dada.
mengiris limau demi limau.
ngilu lidahku kau cecap sebagai manisan.
hidangan penutup di meja jamuan.

menyisakan tetes yang amis dan perih.
musuh yang mesti rajin kuusir
dari gelembung kandung kemih.
hingga kubutakan rajah
yang meracuni silsilah.

tapi semakin kau tanpa mata,
semakin kau buluh yang mengarak tandu,
berisi kepadatan renjana.
menyambangi sidik jariku,
yang makin merasa terpidana.
berpindah dari penjara ke penjara.

***

AF. KURNIAWAN
september 2010.

SESEORANG YANG IA TUNGGU SEBELUM MATI

1//
ia masih disana,
seperti petang yang menunggu berganti lensa mata.
menjadi lebih arang , menjadi lebih abu.
kadang ia sebuti nama seseorang,
tanggal kelahiran, dan hawa dingin
yang bekam diantara renyai hujan.
berusaha berakrab dengan rasa bosan.
memperpanjang umur udara yang menguasai paru-paru.

2//
tetapi cerita, mengembalikan laju tubuhnya,
pada kilometer pertama gegaris peta.
ruangan itu,
yang pernah mengajari.
bagaimana memecahkan angkuh batu.
dengan jemari yang belum dirambati kuku.
ia lantas ingat tentang sebuah pertemuan,
yang mengubahnya jadi lengan sampan.
berlayar di gelombang yang meluap luap dari penanggalan.

3//
dari sana, barangkali,
laut itu.
yang membantunya menjauhkan kesedihan sunyi,
dari tepi seberang berpohon kirmizi.
menggali lubuk lapang segala ikan.
ia begitu terampil menjadi permainan.
diisinya cekung kecil lubang lubang itu,
dengan aneka biji bijian dan kulit kerang.
sampai semua penuh.
riuh.
hampir ia lupakan lapuk papan diburitan.
tempat ia cermat mengikhlaskan kedatangan dan kepergian.


4//
ia masih disana,
memperkirakan sayup lengan ,
melambai samar dari kejauhan.
akan ada yang muncul di malam rabun.
dan ia semata- mata tajam pendengaran.
suar menangkap bunyi dari ketinggian.
sebab ia seperti cerita lain,
yang tersusun runtut diatas kain,
jerih payah canting menggurat kemauan lilin.
tak jadi soal.
seseorang hadir.
tepat sebelum tanggal kematian.

***

AF. KURNIAWAN
Ngrancah, september 2010.

***

AYAH DAN KISAH MELANKOLINYA SEMASA MUDA

di lembar awal catatan, aku menemukan kau.
sebagai mawar ; merah dan segar.
keringatmu pagi itu.
belum lengkap kusingkap

kau masih duduk dan antusias,
merumuskan bentuk bujur sangkar dengan garis mistar.
di buram kelas yang enggan berhias,
cuma kau yang paling lampu.
penerangan yang dibutuhkan seluruh abjad dibuku.

aku terus membaca.

pernah, seusai siang dihabisi mata pelajaran.
aku nekat menyusun kalimat.
sepuluh baris. tepat sepuluh baris.
tak ada kata kau,
tak ada kata aku.
kesemuanya tentang kata kerja.
kau masih ingat betapa lucunya ?

sejak siang yang itu,
kuhitung daun yang jatuh dari pohon jambu air.
kurapal inisialmu melebihi tenung dan sihir.


aku terus membaca.

tahun-tahun yang menjelma api dari mulutmu.
membakar debu demi debu.
diatas usiaku.

di akhir catatan, aku menemukan diriku.
luapan buih; jernih dan terus mendidih.

***

AF. KURNIAWAN
mBangsren, september 2010.
( tulisan ini saya salin dari memori ponsel saya, terinsiprasi dari buku catatan belanja milik ayah)

MIMPI DALAM BIS
: aku pulang.

seperti dugaanmu.
tas ini, mengemas rute panjang.
jejak-jejak kelelahan.
yang dititipkan jadwal kepulangan.

sengaja kutempuh dengan bis,
karena dalam bis,
pohon, atap rumah penduduk, poster- poster iklan layanan.
bergelak lamban.
lalu aku seperti jam-jam tidur yang mendengkur,
mengikuti kelebat sejarah yang diam-diam mundur.
kulihat tanganmu.
kulihat tubuhku.
mengerdil dengan gelak yang ganjil.

sepasang alismu menawarkan lagi kuncup dahaga,
yang tumbuh dari leleh sirup markisa,
sungguh,diatas meja.
kau melebihi hening gelas.
menungguku sebagai angkuh es batu.
jatuh dari musim mata yang terlanjur buta.
kau tahu,
bagaimana tujuan membangun keramaian,
dari sulur-sulur bilangan.
hingga aku dan waktu,
selalu bermusuhan dalam rumusan.


dari arah terminal,
aku terbangun. dan melihat.
tanjakan yang masih saja terjal.

***

AF. KURNIAWAN
semarang 3 september 2010

KAU LEPAS NAMAKU SEBAGAI PENGEMBARA

kau perjelas relief batu dan pasir
dari puing sejarah yang pernah dirajah.
oleh guntur dan petir.
kini tak kuat mengeram bakal getir.
hingga menetas sepi yang jauh lebih besar dari induknya.
induk dari segala kamar pengar.
kali terkhir,
kusaksikan dengan kaki masih terikat.
telingamu mengalungkan kerinduan sebagai jimat.
dan bunyi gesekan lantai,
dengan kaleng susu.
berkali kali namaku,
disitu kau lepas sebagai pengembara,
tak lagi bisa menggumam apa-apa.

***

AF. KURNIAWAN
Semarang, Agustus 2010

KITA DALAM SIHIR

barangkali mantra butuh kau,
mengubah gaduh gelap jadi lingir jendela.
ada lilin, seseorang pernah menjadi nyala di ujungnya.
dan kalian,berebut mengaku sebagai cahaya

barangkali mantra butuh aku,
pengimbang neraca yang pernah timpang.
terengah mencari padanan.
jelujur peniti penutup lipat pakaian.

***
AF. KURNIAWAN
September 2010

KEMATIAN SANGKURIANG

perempuan itu tak sedang menenun rumah laba-laba,
saat gigil didatangkan hujan mencari teduhan.
sementara kau lebih tahu , beranda rumahnya telah lama kehilangan kanopi.
sejak badai-badai sengaja diutus ngarai.
memberikan warna pirang pada rambutnya yang terburai.

lantas kau masuk.
meminta pada jemarinya agar meneruskan bermain harpa.
katamu, kau ingin belajar mencintai nostalgia.
tapi lihat.
sebenarnya kau habis berburu atau diburu,
kepalamu,
ah kepalamu berisi kota-kota tua, pabrik mesiu,
dan bekas terbakar toko sepatu.
jalan-jalannya telah membenamkan jam, portal,
dan asap kendaraan.
memandai isi kepalamu sekeras logam.

hari belum cukup malam, hujan sudah reda.
ketika ia minta
agar kau kembali ke hutan.
tempat nama-nama tumbuhan diciptakan.
tempat kali pertama sepasang manusia berjatuhan,
diusir Tuhan dari ketinggian.

tapi matamu berkeras,
aku jatuh hati pada burai pirang rambutmu !
kutemukan teduh sarang bagi kepak segala terbang.
tegasmu,
sambil memasangkan peledak rakitan,
di lehermu dan lehernya.

sebelum ia sempat minta,
kau bangun bendungan semalam jadi.
sebelum ia minta
kau tertawa seribu kali dengan geraham yang lebih baja
agar ia yakin,
kau bukan wajah karibnya yang mengekal dalam pigura.

percuma.
nyala sudah korek api.
jarimu jarinya terlanjur,
menghitung mundur.

5,4,3,2,1…

***

AF. KURNIAWAN
semarang agustus 2010

BERHITUNG BELING DIANTARA DAGING

seberapa banyak halaman
yang telah kisahmu bubuhkan.
kepada lidah kita yang sering berselisih paham.

karena ke arah pulang.
aku palung yang berusaha menghitung,
berapa dalam ketajaman beling ,
yang menyelinap di antara liat daging.

***

AF. KURNIAWAN
semarang 3 september 2010.

No comments: